Susahnya Hidup Jika Mengikuti Pandangan Orang Lain

Posted: 23 Maret 2012 in Meja Redaksi
Tag:,

Mungkin kisah berikut ini bisa memberikan penjelasan judul di atas..

Alkisah ada seorang ayah dan anak yang sedang safar ke negeri seberang, seluruh barang bawaan digantungkan ke unta yang dituntun oleh sang ayah. Singkat cerita, dalam perjalanan sampailah mereka ke sebuah pasar yang tidak terlalu ramai, sesekali penduduk memperhatikan mereka sambil berbisik lalu akhirnya ada satu gerombolan yang berteriak kepada mereka,,

“Alangkah bodohnya kalian berdua ini, punya unta untuk ditunggangi kalian malah berpanas berjalan bersama unta ini,,hahaha” ledek mereka. Tidak ingin banyak berdebat kemudian si ayah meminta anaknya untuk segera naik ke atas unta. Masih di pasar tersebut tak jauh mereka berjalan kembali ada yang meneriaki mereka, “Hei tidak ada anak yang paling durhaka daripada engkau yang membiarkan ayahmu yang tua ini berjalan sedangkan engkau duduk santai di atas unta” tidak ambil pusing,  segera si ayah menyuruh anaknya turun dan menaiki untanya.

Lagi-lagi tak jauh berjalan kembali sekelompok orang  meneriaki mereka, “Aduhai, tega benar lelaki itu. Lelaki macam apa ia yang tega duduk diatas tunggangan sementara anaknya berjalan kaki sendirian diatas tanah yang panas?”  sindir lelaki yang satu. “Hei dungu, ayah macam apa kau?! Padahal untamu tak lebih jelek daripada dirimu” Lanjutnya “hahahaha…” Sambut lelaki yang lain. Si ayah sejenak berpikir kemudian menyuruh anaknya untuk naik ke atas unta bersamanya.

Belum sempat mereka keluar dari pasar tersebut seseorang kembali meneriaki mereka, “Aduhai, apakah otak mereka seperti unta. Tak punyakah sedikit rasa kasihan pada unta yang sudah renta itu?” si ayah merasa jengkel dan akhirnya mengajak anaknya turun dan berjalan bersama meninggalkan pasar tersebut. “Ayah, mengapa kita seperti ini? Mengapa kita diperlakukan seperti ini?” Tanya sang Anak.
“Inilah pasar nak, ada diantara mereka yang menjadikan kehinaan adalah pakaian dan menghina menjadi perhiasan mereka.”

“Anakku, Ayah ingin berpesan. Banyak yang tidak suka melihat kebaikan kita. Dan banyak pula yang tidak suka dengan keburukan kita. Hitam kita dianggap murka. Dan putih kita dianggap sok suci. Apapun yang kita kerjakan selalu salah dimata mereka. Duhai anakku, teruslah berjuang dimanapun kau menapak, jadikan ejekan mereka orang-orang yang berdiri atau duduk, orang-orang yang kau lewati adalah ujian yang semakin menguatkanmu bukan membuatmu lemah dalam menapaki kebenaran. Allah Yang Maha Mengetahui sengaja menurunkan mereka duhai anakku untuk menguji kita, siapa diantara kita yang beriman dan siapa diantara kita yang sabar” Tutup sang Ayah mengakhiri perjalanan dengan sebuah hikmah.

 Sebelum benar-benar meninggalkan pasar tersebut seseorang masih sempat berkomentar, “Alangkah bodohnya kalian berdua ini, punya unta untuk ditunggangi kalian malah berpanas berjalan bersama unta ini” tetapi kali ini si ayah hanya tersenyum dan melanjutkan perjalanan.

Yup begitulah, kisah yang benar-benar memberikan hikmah dan pelajaran dikala saat ini kita hidup di dalam gaya masyarakat yang hedonis, materialistis, memandang bahwa kesuksesan hanyalah memiliki pekerjaan yang terpandang, kerja kantoran dan tentu saja kaya.

Pengalaman saya ketika menyelenggarakan pernikahan kakak saya yang  sederhana baru-baru ini tak jauh berbeda, banyak sekali komentar-komentar yang kurang enak didengar muncul tapi saya salut dengan ibu saya yang cuma senyam-senyum mendengar komentar tersebut, mungkin sudah pengalaman dengan 5 anak sebelumnya yang sudah lebih dulu menikah. “sudah biarin aja, ga bakalan habis klo diturutin semua” kata ibu saya.

Lain waktu bibi saya yang komentar, “yah, klo si adek nanti nikahnya pasti di gedung,, ya kan dek?” katanya sambil nyawil pundak saya. “ga usah muluk-muluk lah bik, lagian acaranya cuma satu hari ini,, yang penting kan berkahnya” jawabku.

Beneran,, ga ada untungnya kalo hidup berdasarkan pandangan orang lain, bener kata ibu saya ga bakalan ada habisnya kalo setiap omongan orang diikuti. Merasa cukuplah dengan apa yang ada, dan bersyukurlah.

 

Batam, 23 Maret 2012

Tinggalkan komentar