Akhir-akhir ini sepertinya perhatian kita ( kita?? loe aja kalee 🙂 ) sedang tertuju pada pemberitaan media tentang dua sekolahan di karaanganyar yang melarang anak muridnya hormat kepada bendera. Ya,, kebiasaan yang juga sudah biasa saya lakukan pada saat bersekolah dulu. Lalu apa pasal kepala sekolah yaitu Ust. Sutardi melarang anak muridnya melakukan ritual hormat pada bendera yang sudah biasa kita lakukan itu eh, ini. Begini alasan Beliau:
“Menurut kami itu musyrik. Hormat itu seperti takbir saat salat. Cuma bedanya kalau hormat dengan satu tangan. Kalau hormat, berarti kami menggadaikan akidah kami. Dengan menghormati bendera, amal kami bisa terhapus” tegas Ketua Yayasan Al Irsyad Tawangmangu, Sutardi, saat ditemui di rumahnya, Jumat (3/6/2011). solopos.com
Ternyata masalahnya sudah sampai pada masalah aqidah, dan kalau menyangkut masalah aqidah tentu tidak boleh asal mengikuti, mengapa? karena saya pernah membaca di Al-Quran, yang artinya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” Al-Isra(17):36
Ternyata walaupun kita hanya mengikuti ritual yang diajarkan para tetua kita tetapi pajak tetap ditanggung pemenang 🙂 maksudnya pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak akan tetap menjadi tanggung jawab individu masing-masing, ga ada alasan walaupun karena disuruh atasan atau pemimpin, salah sendiri ngikut-ngikut. Seperti yang diceritakan Allah dalam Al-Quran surat Ash Saaffaat : 24-31, yang artinya;
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya:
“Kenapa kamu tidak tolong menolong ?”
Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.
Sebahagian dari mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan.
Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): “Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari kanan. (Maksudnya: Para pemimpin itu mendatangi pengikut-pengikutnya dengan membawa tipu muslihat yang mengikat hati.)
Pemimpin-pemimpin mereka menjawab: “Sebenarnya kamulah yang tidak beriman.”
Dan sekali-kali kami tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui batas.
Maka pastilah putusan (azab) Rabb kita menimpa atas kita; sesungguhnya kita akan merasakan (azab itu).
Yahh,, sama-sama kena azab dong,, jadi daripada ngikut-ngikut mending saya cari tahu sejarah ritual hormat pada bendera ini. Di situs eramuslim.com saya menemukan artikel yang dibuat oleh KHE Abdullah, silakan dibaca semata-mata agar ketauhidan kita terjaga dari segala bentuk tipu muslihat kemusyrikan.
Bendera Sepanjang Sejarah
Bendera (marawa, panji) itu adalah tanda atau ciri. Biasanya dibuat dari kain, digunakan sebagai lambang dari suatu kerajaan/pemerintahan. Atau lambang perkumpulan dan lain-lainnya. Warna bendera disesuaikan dengan cita-cita negara atau perhimpunan itu. (“Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih”, demikian bunyi pasal 35 UUD-45. Dalam Penjelasan UUD-45 tak ada penjelasan tentang cara hormat bendera, dan sanksi hukum bagi yang tak mengikuti tata caranya).
Dalam bahasa Arab biasa disebut “al-‘Alam’ yang artinya ciri atau tanda (alamat). Bendera biasanya diikatkan di ujung tombak (senjata). Bendera yang biasa digunakan sebagai tanda pasukan disebut “Ar-Rooyatu”, atau disebut juga “Ummul Harbi” – induk perang. Sedang bendera yang biasa dipakai waktu baris “Al-Liwaa”.
Di zaman Rasulullah saw, bila perang fi sabilillah, biasa memakai bendera sebagai tanda pasukan Muslim, pernah bendera Islam berwarna hitam.
Bendera dikenal pertama kali sejak 1000 tahun sebelum lahir Nabi ‘Isa as. Di jaman Rumawi, bendera dinaikkan dengan upacara kesucian (upacara kudus). Diiringi lagu kebaktian karangan vergalius sebagai lagu peringatan kepada Jumater (Dewi ibu), mereka sangat tawadhu menghormati bendera itu karena dihubungkan dengan kepercayaan mereka. Kemudian hormat bendera ditambah dengan mengangkat tangan (tabik, kerek, sikap hormat) sebagai ajaran dari Inggris.
Hukum Hormat Bendera
Islam datang, semuanya dibatalkan dan dikembalikan kepada keadaan semula. Bendera hanya sekedar tanda pasukan di waktu peperangan dan tidak lebih daripada itu.
Adapun menghormat bendera dengan cara tabik (mengangkat tangan dan lainnya), ini tidak dapat dimengerti oleh otak, dan tidak ada dalil agama (dalil negara?). Yang demikian itu dalam istilah agama (Islam) disebut Khurafat (syirik, karut marut).
Secara naqli (rasio, logika), menghormat bendera itu adalah bertentangan dengan ajaran Islam, yakni bertentangan dengan ketentuan Allah dan berentangan dengan akal, serta menyamai adat kebiasaan orang musyrik yang dilarang oleh agama.
Hukum hormat bendera menurut keterangan agama adalah khurafat dan membawa kepada kemusyrikan. Berdasarkan Lembaran Negara Republik Indonesia Nr/1954, hal 7, pasal 16 : ”Di dalam sekolah, guru-guru harus menghormati tiap-tiap aliran agama atau keyakinan hidup.”
Manusia boleh melakukan sesuatu yang dibenarkan otaknya asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan agama. Dilarang melakukan sesuatu yang tidak dapat dimengerti otak kecuali ada dalil dari Allah dan RasulNya.
Takhyul, khurafat, magik, mithos, klenik sama sekali dilarang oleh Islam. Yang harus dihormati adalah yang dibenarkan oleh Islam, dan caranya mengikuti ajaran Islam pula. (Dipetik dari RISALAH, Bandung, No.2, Th.XXIII, Rajab-Sya’ban 1405H / April 1995, hal 37-39)
Sementara itu, pada bulan Maret 2011, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kebudayaan, KH Cholil Ridwan, menyatakan pendapat pribadi jika menghormati bendera hukumnya adalah haram.
Cholil berpendapat, mengenai hukum menghormati bendera, sejumlah ulama Saudi Arabia yang bernaung dalam Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiah dan Riset Fatwa (Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta) telah mengeluarkan fatwa dengan judul ‘Hukum Menyanyikan Lagu Kebangsaan dan Hormat Bendera’, tertanggal 26 Desember 2003.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu kebangsaan dengan alasan:
Pertama, Lajnah Daimah menilai bahwa memberi hormat kepada bendera termasuk perbuatan bid’ah yang harus diingkari. Aktivitas tersebut juga tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW ataupun pada masa Khulafa’ ar-Rasyidun.
Kedua, menghormati bendera negara juga bertentangan dengan tauhid yang wajib sempurna dan keikhlasan di dalam mengagungkan hanya kepada Allah semata.
Ketiga, menghormati bendera merupakan sarana menuju kesyirikan. Keempat, penghormatan terhadap bendera juga merupakan bentuk penyerupaan terhadap orang-orang kafir, mentaklid (mengikuti) tradisi mereka yang jelek serta menyamai mereka dalam sikap berlebihan terhadap para pemimpin dan protokoler-protokoler resmi. Padahal, Rasulullah SAW melarang kita berlaku sama seperti mereka atau menyerupai mereka.
Demikian tulisan dari KHE Abdullah. Dengan menambah wawasan kita dari artikel di atas, semoga Allah menjauhkan kita dari segala bentuk tipu muslihat yang mencerai beraikan kita dari jalan-Nya yang lurus dan semoga Allah memaafkan segala kekhilafan yang selama ini telah dilakukan akibat kebodohan dan jauhnya kita dari Islam.
Batam 9 Juni 2011