Posts Tagged ‘hukum’

Hukum Nikah

Posted: 11 Desember 2011 in Meja Wawasan
Tag:, ,

Oleh: Abu Hamzah Ibnu Qomari

Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat; memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa madharat maka nikahpun dilarang. Dari sini maka hukum nikah dapat dapat dibagi menjadi lima:

1. Disunnahkan bagi orang yang memiliki syahwat (keinginan kepada wanita) tetapi tidak khawatir berzina atau terjatuh dalam hal yang haram jika tidak menikah, sementara dia mampu untuk menikah. Karena Allah telah memerintahkan dan Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di dalam nkah itu ada banyak kebaikan, berkah dan manfaat yangb tidak mungkin diperoleh tanpa nikah, sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya:”Ya Rasulullah , apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya ada pahala?” Beliau bersabda:”Bagaimana menurut kalian, jika ia meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban)

Juga sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu membutuhkan kepada wanita tetapi menginginkan keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Kamu tidak menafkahkan satu nafkah karena ingin wajah Allah melainkan Allah pasti memberinya pahala, hingga suapan yang kamu letakkan di mulut isterimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu nafkahkan untuk budak, dinar yang kamu sedekahkan pada orang miskin, dinar yang kamu nafkahkan pada isterimu maka yang terbesar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan pada isterumu.” (HR. Muslim)

2. Wajib bagi yang mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. Sebab menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat dihindari kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al Hujurat:6). Ini bagi kaum laki-laki, adapun bagi perempuan maka ia wajib nikah jika tidak dapat membiayai hidupnya (dan anak-anaknya) dan menjadi incaran orang-orang yang rusak, sedangkan kehormatan dan perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah baginya adalah wajib.

3. Mubah bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal).
Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang haram.

4. Haram nikah bagi orang yang tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia tidak takut terjatuh dalam zina atau maksiat lainnya, atau jika yakin bahwa dengan menikah ia akan jatuh dalam hal-hal yang diharamkan. Juga haram nikah di darul harb (wilayah tempur) tanpa adanya faktor darurat, jika ia menjadi tawanan maka tidak diperbolehkan nikah sama sekali.
Haram berpoligami bagi yang menyangka dirinya tidak bisa adil sedangkan isteri pertama telah mencukupinya.

5. Makruh menikah jika tidak mampu karena dapat menzhalimi isteri, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan.. Juga makruh jika nikah dapat menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih baik. Makruh berpoligami jika dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang lebih besar.

Dikutip dari Majalah Qiblati Edisi 05 tahun II/ 1428H

Akhir-akhir ini sepertinya perhatian kita ( kita?? loe aja kalee 🙂 ) sedang tertuju pada pemberitaan media tentang dua sekolahan di karaanganyar yang melarang anak muridnya hormat kepada bendera. Ya,, kebiasaan yang juga sudah biasa saya lakukan pada saat bersekolah dulu. Lalu apa pasal kepala sekolah yaitu Ust. Sutardi melarang anak muridnya melakukan ritual hormat pada bendera yang sudah biasa kita lakukan itu eh, ini. Begini alasan Beliau:

“Menurut kami itu musyrik. Hormat itu seperti takbir saat salat. Cuma bedanya kalau hormat dengan satu tangan. Kalau hormat, berarti kami menggadaikan akidah kami. Dengan menghormati bendera, amal kami bisa terhapus” tegas Ketua Yayasan Al Irsyad Tawangmangu, Sutardi, saat ditemui di rumahnya, Jumat (3/6/2011). solopos.com

Ternyata masalahnya sudah sampai pada masalah aqidah, dan kalau menyangkut masalah aqidah tentu tidak boleh asal mengikuti, mengapa? karena saya pernah membaca di Al-Quran, yang artinya:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” Al-Isra(17):36

Ternyata walaupun kita hanya mengikuti ritual yang diajarkan para tetua kita tetapi pajak tetap ditanggung pemenang 🙂 maksudnya pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak akan tetap menjadi tanggung jawab individu masing-masing, ga ada alasan walaupun karena disuruh atasan atau pemimpin, salah sendiri ngikut-ngikut. Seperti yang diceritakan Allah dalam Al-Quran surat Ash Saaffaat : 24-31, yang artinya;

Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya:

“Kenapa kamu tidak tolong menolong ?”

Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.

Sebahagian dari mereka menghadap kepada sebahagian yang lain berbantah-bantahan.

Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): “Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dari kanan. (Maksudnya: Para pemimpin itu mendatangi pengikut-pengikutnya dengan membawa tipu muslihat yang mengikat hati.)

Pemimpin-pemimpin mereka menjawab: “Sebenarnya kamulah yang tidak beriman.”

Dan sekali-kali kami tidak berkuasa terhadapmu, bahkan kamulah kaum yang melampaui batas.

Maka pastilah putusan (azab) Rabb kita menimpa atas kita; sesungguhnya kita akan merasakan (azab itu).

Yahh,, sama-sama kena azab dong,, jadi daripada ngikut-ngikut mending saya cari tahu sejarah ritual hormat pada bendera ini. Di situs eramuslim.com saya menemukan artikel yang dibuat oleh KHE Abdullah, silakan dibaca semata-mata agar ketauhidan kita terjaga dari segala bentuk tipu muslihat kemusyrikan.

Bendera Sepanjang Sejarah

Bendera (marawa, panji) itu adalah tanda atau ciri. Biasanya dibuat dari kain, digunakan sebagai lambang dari suatu kerajaan/pemerintahan. Atau lambang perkumpulan dan lain-lainnya. Warna bendera disesuaikan dengan cita-cita negara atau perhimpunan itu. (“Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih”, demikian bunyi pasal 35 UUD-45. Dalam Penjelasan UUD-45 tak ada penjelasan tentang cara hormat bendera, dan sanksi hukum bagi yang tak mengikuti tata caranya).

Dalam bahasa Arab biasa disebut “al-‘Alam’ yang artinya ciri atau tanda (alamat). Bendera biasanya diikatkan di ujung tombak (senjata). Bendera yang biasa digunakan sebagai tanda pasukan disebut “Ar-Rooyatu”, atau disebut juga “Ummul Harbi” – induk perang. Sedang bendera yang biasa dipakai waktu baris “Al-Liwaa”.

Di zaman Rasulullah saw, bila perang fi sabilillah, biasa memakai bendera sebagai tanda pasukan Muslim, pernah bendera Islam berwarna hitam.

Bendera dikenal pertama kali sejak 1000 tahun sebelum lahir Nabi ‘Isa as. Di jaman Rumawi, bendera dinaikkan dengan upacara kesucian (upacara kudus). Diiringi lagu kebaktian karangan vergalius sebagai lagu peringatan kepada Jumater (Dewi ibu), mereka sangat tawadhu menghormati bendera itu karena dihubungkan dengan kepercayaan mereka. Kemudian hormat bendera ditambah dengan mengangkat tangan (tabik, kerek, sikap hormat) sebagai ajaran dari Inggris.

Hukum Hormat Bendera

Islam datang, semuanya dibatalkan dan dikembalikan kepada keadaan semula. Bendera hanya sekedar tanda pasukan di waktu peperangan dan tidak lebih daripada itu.

Adapun menghormat bendera dengan cara tabik (mengangkat tangan dan lainnya), ini tidak dapat dimengerti oleh otak, dan tidak ada dalil agama (dalil negara?). Yang demikian itu dalam istilah agama (Islam) disebut Khurafat (syirik, karut marut).

Secara naqli (rasio, logika), menghormat bendera itu adalah bertentangan dengan ajaran Islam, yakni bertentangan dengan ketentuan Allah dan berentangan dengan akal, serta menyamai adat kebiasaan orang musyrik yang dilarang oleh agama.

Hukum hormat bendera menurut keterangan agama adalah khurafat dan membawa kepada kemusyrikan. Berdasarkan Lembaran Negara Republik Indonesia Nr/1954, hal 7, pasal 16 : ”Di dalam sekolah, guru-guru harus menghormati tiap-tiap aliran agama atau keyakinan hidup.”

Manusia boleh melakukan sesuatu yang dibenarkan otaknya asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan agama. Dilarang melakukan sesuatu yang tidak dapat dimengerti otak kecuali ada dalil dari Allah dan RasulNya.

Takhyul, khurafat, magik, mithos, klenik sama sekali dilarang oleh Islam. Yang harus dihormati adalah yang dibenarkan oleh Islam, dan caranya mengikuti ajaran Islam pula. (Dipetik dari RISALAH, Bandung, No.2, Th.XXIII, Rajab-Sya’ban 1405H / April 1995, hal 37-39)

Sementara itu, pada bulan Maret 2011, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kebudayaan, KH Cholil Ridwan, menyatakan pendapat pribadi jika menghormati bendera hukumnya adalah haram.

Cholil berpendapat, mengenai hukum menghormati bendera, sejumlah ulama Saudi Arabia yang bernaung dalam Lembaga Tetap Pengkajian Ilmiah dan Riset Fatwa (Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta) telah mengeluarkan fatwa dengan judul ‘Hukum Menyanyikan Lagu Kebangsaan dan Hormat Bendera’, tertanggal 26 Desember 2003.

Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang muslim berdiri untuk memberi hormat kepada bendera dan lagu kebangsaan dengan alasan:

Pertama, Lajnah Daimah menilai bahwa memberi hormat kepada bendera termasuk perbuatan bid’ah yang harus diingkari. Aktivitas tersebut juga tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW ataupun pada masa Khulafa’ ar-Rasyidun.

Kedua, menghormati bendera negara juga bertentangan dengan tauhid yang wajib sempurna dan keikhlasan di dalam mengagungkan hanya kepada Allah semata.

Ketiga, menghormati bendera merupakan sarana menuju kesyirikan. Keempat, penghormatan terhadap bendera juga merupakan bentuk penyerupaan terhadap orang-orang kafir, mentaklid (mengikuti) tradisi mereka yang jelek serta menyamai mereka dalam sikap berlebihan terhadap para pemimpin dan protokoler-protokoler resmi. Padahal, Rasulullah SAW melarang kita berlaku sama seperti mereka atau menyerupai mereka.

Demikian tulisan dari KHE Abdullah. Dengan menambah wawasan kita dari artikel di atas,  semoga Allah menjauhkan kita dari segala bentuk tipu muslihat yang mencerai beraikan kita dari jalan-Nya yang lurus dan semoga Allah memaafkan segala kekhilafan yang selama ini telah dilakukan akibat kebodohan dan jauhnya kita dari Islam.

Batam 9 Juni 2011

Bismillahirrohmannirrohiem..

M. Quraish Shihab pernah ditanya dalam suatu kolom di detikcom, begini pertanyaannya;
Tanya:
Assalamualaikum Ustadz. Saya hanya ingin bertanya hukum Islam tentang masturbasi, bagaimana hukumnya? Terima kasih, wassalam.

(Hadi, psychohaday@yahoo.com)

Jawab:
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “masturbasi” diartikan sebagai “proses memperoleh kepuasan seks tanpa berhubungan kelamin.” Tentu saja definisi ini dapat mencakup banyak cara sehingga tidak mudah menjawab pertanyaan Anda secara hitam putih –boleh atau tidak.

Pada prinsipnya al-Qur’an mencela siapa pun yang menyalurkan kebutuhan seksualnya kepada bukan pasangannya yang sah dan budak-budak perempuannya (baca QS Al Mu’minun (23) 5-6). Tentu saja yang dimaksud dengan budak perempuan adalah pada masa lalu ketika budak perempuan masih ada.

Banyak ulama yang memahami ayat ini menyatakan: Jika hanya dua cara itu yang dibenarkan, maka semua cara lainnya tidak dibenarkan, termasuk menyalurkan kebutuhan seksual melalui diri sendiri.

Mereka juga meriwayatkan hadits yang menyatakan: Terkutuk siapa yang menikahi tangannya.” Tapi ulama lain, seperti Imam Ahmad bin Hanbal, salah seorang tokoh mazhab Sunni kenamaan, berpendapat bahwa mencari kepuasan seksual melalui upaya sendiri sampai terjadinya orgasme dapat dibenarkan jika dibutuhkan. Itu, menurut logikanya, serupa dengan mengeluarkan sesuatu yang ada dalam diri seseorang katakanlah seperti berbekam.

Pendapat tersebut sangat longgar, karena itu sebagian ulama kendati membolehkannya, menetapkan beberapa syarat: 1) Yang bersangkutan tidak memiliki pasangan hidup, karena tidak mampu menikah. 2) Takut terjerumus dalam haram. 3) Tidak untuk tujuan memperoleh kelezatan, tetapi untuk menyalurkan dorongan berahi yang sangat kuat. Dan 4) Hanya dilakukan sekali-sekali. Demikian, wallahu a’lam.
(M Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an)

So, berdasarkan penjelasan pak Quraish Shihab tadi, ada 2 pendapat yang muncul dari para ulama yaitu, yang mengaharamkan dan yang membolehkan masturbasi dengan syarat tertentu,,

Dan saya lebih setuju kepada pendapat yang mengharamkan masturbasi. Dalam Al-Quran Al-Mukminun : 5-7 yang artinya: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya, mereka yang demikian itu tak tercela. Barangsiapa mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”

sepertinya sudah muhkamat banget yah,, (jelas maksudnya) 🙂 jadi menurut saya masturbasi udah termasuk yang “mencari dibalik itu” dan Allah hanya membolehkan terhadap istri-istri dan hamba sahaya (saat ini perbudakan sudah tidak ada lagi) and so that’s why masturbation is forbidden

dan mungkin inilah alasan mengapa Rasulullah memerintahkan para pemuda untuk segera menikah apabila telah mampu, jika belum memiliki kemampuan untuk menikah maka berpuasalah.

“Rasulullah saw. pun bersabda: Wahai kaum pemuda! Barang siapa di antara kamu sekalian yang sudah mampu memberi nafkah, maka hendaklah ia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih dapat menahan pandangan mata dan melindungi kemaluan (alat kelamin). Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penawar bagi nafsu”. (Shahih Muslim No.2485)

Puasa disini tidak hanya menahan lapar dan haus di siang hari tetapi juga untuk menjaga pandangan dari gambar dan film-film yang bisa membangkitkan syahwat.

Diluar itu semua, bukankah dalam diri seseorang itu memiliki filter untuk menjaga tingkah laku perbuatannya, yaitu hati. Apabila seseorang berbuat suatu kesalahan maka hatinya akan memunculkan suatu rasa bersalah dan merasa berdosa atas apa yang telah ia perbuat, jadi tinggal tergantung manusianya sendiri, ingin mengikuti kata hatinya atau mengikuti hawa nafsunya.

ini menurut pandangan saya, bagaimana menurut anda?

Batam, 23 Mei 2011

“Sesungguhnya Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan sebagaimana awalnya maka maka bergembiralah bagi orang-orang yang asing.” Rasulullah ditanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Jawab beliau: “Yaitu yang melakukan perbaikan ketika manusia rusak.” (Shahih HR Abu Amr Ad Dani dari sahabat Ibnu Mas’ud, lihat Silsilah Ash Shahihah no. 1273)

Bismillahirrohmannirrohiem..

Seperti biasa, di sela-sela rutinitas kerja yang menjenuhkan, saya menyempatkan diri untuk membaca berita-berita nasional dan internasional melalui fasilitas internet yang disediakan kantor. Dari sekian banyak berita yang telah dibaca hari ini, ada satu berita yang benar-benar menarik perhatian saya, yaitu pandangan seorang kapolda tentang penegakkan hukum Islam di Indonesia. Menurut pandangannya bahwa NKRI lebih baik dari pada menjadi Negara Islam Indonesia (saya menganggap maksud pak Kapolda di sini adalah NII yang ingin menjadikan Indonesia negara berdasarkan Hukum Islam bukan NII KW9) dan kemudian mempertanyakan “Saya bertanya, kalau diganti menjadi negara Islam, apakah penduduknya dijamin masuk surga?” dan langsung dijawabnya sendiri “Jawabannya belum tentu tidak.” (mungkin maksudnya ada yang masuk surga dan ada yang tidak)

Membaca berita ini saya jadi ikutan ingin bertanya “kalau hukum Islam tidak ditegakkan di NKRI, apakah penduduknya dijamin masuk neraka? Jawabannya sudah pasti iya” 🙂 pertanyaan tadi muncul hanya dengan membalikan pertanyaan dari pak Kapolda tadi. Nahh ketika ada dua pilihan jawaban, antara “belum tentu masuk surga” dan “sudah pasti masuk neraka”, mana yang anda pilih? Kalau saya pribadi lebih memilih belum tentu masuk surga.

Karena memang tidak ada seorang pun yang bisa menjamin seseorang itu akan masuk surga sekalipun hukum Islam telah ditegakkan. Tapi bukan itu pointnya, Menegakkan Hukum/Syariat Islam di bumi Allah adalah suatu kewajiban, perintah Allah kepada setiap Rasul yang diutus-Nya. dalam firman-Nya:

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang dien apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah Dien dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). Q.S 42:13

Sama halnya dengan perintah untuk mengerjakan sholat 5 waktu, apabila ditinggalkan maka akan berdosa. Begitu pula dengan perintah an-aqiemuddien ini, merupakan perintah Allah yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh hamba-Nya. Sebagai tambahan penegakan Hukum Islam sendiri sudah pernah diterapkan selama kurang lebih 14 abad lamanya dan selama itu pula umat Islam mencapai kejayaannya dalam segala bidang ilmu.

Kembali pada pemberitaan tadi, saya benar-benar kecewa dengan ucapan seorang yang mengaku muslim namun keluar ucapan penentangan dari mulutnya ketika Hukum Islam hendak ditegakkan di Indonesia. Jangan sampai kita menjadi seorang mukmin munafik sebagaimana yang diterangkan Allah dalam Firman-Nya berikut ini;

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.”
Q.S 4:60-61

Batam, 20 Mei 2011

“Sesungguhnya Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan sebagaimana awalnya maka maka bergembiralah bagi orang-orang yang asing.” Rasulullah ditanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Jawab beliau: “Yaitu yang melakukan perbaikan ketika manusia rusak.” (Shahih HR Abu Amr Ad Dani dari sahabat Ibnu Mas’ud, lihat Silsilah Ash Shahihah no. 1273)